Selasa, 09 Februari 2010

WARTAWAN BODREK DAN HARI PERS NASIONAL

Pernahkah  mendengar sebutan wartawan tanpa surat kabar (WTS), wartawan amplop, wartawan bodrex, wartawan gadungan? Tentu saja salah satu di antaranya pernah kita dengar, bahkan mungkin sering. Bagaimana tidak,  beberapa hari yang lalu saya kedatangan 4 orang  yang mengaku dari ‘media dan LSM, minta waktu untuk sekedar tanya-tanya mengenai dana bantuan yang di kelola oleh kami. Sebagai tamu saya temuin mereka dan menjelaskan semuanya secara terbuka. “Bahwa dana bantuan ini harus tepat sasaran, mohon diawasi penyalurannya. Jika sekiranya ada temuan silahkan saja laporkan kepada yang berwenang, dan apabila saya pun melakukan penyelewangan silahkan saja dilaporkan.’ Saya menangkap bahwa mereka tidak nampak membutuhkan informasi yang saya jelaskan walaupun mereka minta. Tak lama kemudian mereka permisi, dengan tanpa malu-malunya mereka meminta uang / amplop alasanya sekedar trasport dan makan siang.
Terus terang saya prihatin melihat keberadaan tipe wartawan seperti ini. Yakni, orang yang mengaku wartawan atau benar wartawan, namun menyalahgunakan profesinya dengan tujuan mencari uang. Jelas, ini melanggar kode etik jurnalistik. Karenanya, ia bukan lagi wartawan profesional, tetapi menjadi pencemar citra wartawan, maka dari itu harus ditertibkan dan diberatas.
Sebenarnya Fenomena seperti ini sudah  berlangsung sejak lama, tidak bisa dipungkiri dalam kegiatan jurnalistik kita  menemukan hal seperti ini. Bahkan yang patut disayangkan ada beberapa wartawan tanpa identitas, hal ini tentu saja membuat citra buruk bagi profesi kewartawanan. Contoh nyata, ada yang mengaku-ngaku wartawan dan  LSM datang ke Pejabat desa, yang dalam modus operandinya selalu membesar-besarkan masalah kecil, dan pada akhirnya meminta sejumlah uang  bahkan memeras agar masalahnya tidak di Ekspos. Persoalan ini sunguh serius karena menyangkut masalah idealisme, etika dan profesionalme para wartawan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang lebih keras dan serius, agar era keterbukaan dan kebebasan informasi saat ini memberikan peluang bagi terwujudnya pencerahan politik di ranah publik. Pembodohan publik akan kembali terulang, kalau black jounalist ini terus terpelihara dengan baik. Karena risiko kemudian yang harus ditanggung sendiri oleh dunia pers adalah merosotnya kepercayaan publik terhadap media massa.
Kalau pers sudah tidak lagi dipercaya, maka perkembangan demokrasi akan mengalami kemunduran karena kehilangan pilar yang kokoh untuk menopang bangunan demokrasi. Pers sebagai pilar keempat demokrasi menjadi tumpuan di saat pilar lainnya sangat mudah terkontaminasi oleh money politics. Karena itu, membangun pers yang profesional, yang berdiri di tengah-tengah berbagai kepentingan dan menjadi alternatif saluran demokrasi yang netral adalah tugas mulia. dan kondisi saat ini dirasakan sudah sangat mengganggu. PWI dan dunia pers diharapkan mengambil tindakan yang tegas terhadap perilaku wartawan yang telah menodai profesi wartawan yang mulia. “ “SELAMAT HARI PERS NASIONAL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar